Kamis, 13 Mei 2010

Dasar Item Lu


 "DASAR ITEM LU !"

Pernahkah anda dibikin malu, dilecehkan orang didepan muka umum? kalau pernah, 
apa yang kemudian dirasakan? anyel.....sebel.....marah..... (itu wajar) lalu apa yang 
kemudian akan kamu lakukan? menghajar orang tersebut. meninjunya atau kalau perlu 
membalas  orang itu dengan balasan yang setimpal.
Biasanya tuh balasan yang kita lancarkan lebih besar, alias lebih kejam. 
kadang sangat berlebihan. Tul nggak?

Pengen tahu, ada sahabat Rasulullah yang pernah dikayak begitukan....simak aja kisah di bawah ini.


KELIHATANNYA diskusi para shahabat yang tidak dihadiri oleh Rasulallah saw sangat serius. 
Mereka membicarakan tentang satu masalah. Nampak dalam majelis
(rapat) itu ada Khalid bin Walid,
begitu pula Abdurahman bin Auf ikut serta duduk dalam rapat tadi. 
Bilal bin Rabah tidak ketinggalan 
kelihatan bersila di pojok majlis. Abu Dhar turut hadir pula dan 
kebetulan pada saat itu sedang berbicara 
dengan penuh semangat. Abu Dhar mengeluarkan pendapat apa yang harus dilakukan
jika musuh datang menyerang. “Aku berpendapat jika musuh datang menyerang,
tetara muslimin jangan tinggal diam” jelasnya. Ia mengutarakan pendapatnya panjang lebar 
apa yang seharusnya dilakukan tentara muslimin pada saat krisis.

Setelah Abu Dhar selesai mengutarakan pendapatnya, lalu datang giliran Bilal. 
Apapun pendapat Bilal berlawanan sekali dengan Abu Dhar. Ia menguraikan bahwa pendapat 
Abu Dhar tidak tepat untuk diterapkan pada suasana perang saat itu. Mendengar uraian Bilal, 
Abu Dhar marah besar. Ia berasa pendapatnya diremehkan. Lalu iapun melontarkan kata-kata 
yang membikin Bilal sakit hati. “Berani beraninya kau menyalahkan pedapatku, hai anak orang hitam!” 
kata Abu Dhar dengan sengit. Bilal pun diam tidak melawan,
lalu bangun dari tempat duduknya dan berkata
“Demi Allah aku akan adukan hal ini kepada Rasulallah saw”. 

Dengan rasa kesal, berangkatlah Bilal ke rumah Rasulallah saw. 
Setibanya disana ia  mencurahkan isi hatinya kepada beliau. 
Ia menceritakan apa yang terjadi terhadap dirinya atas penghinaan yang dilontarkan Abu Dhar. 
Berubahlah wajah Rasulallah saw mendengar aduan Bilal. 
Lalu beliau berdiri dan segera pergi menuju ke tempat dimana Abu Dhar berada. 
Tapi beliau tidak masuk, beliau hanya lewat dan langsung pergi ke masjid.

Melihat Rasulallah saw lewat menjuju masjid, Abu Dhar pun langsung menghampirinya. 
Ia tahu persis bahwa beliau marah kepadanya. Setelah Abu Dhar memberi salam, 
Rasulullah saw berkata kepadanya “Wahai Abu Dhar, kamu telah menghina Bilal 
dan menghina asal usulnya, ketahuilah wahai Abu Dhar sesungguhnya kamu 
asal usulnya adalah orang Jahiliyyah sebelum Islam”.

Abu Dhar merasa terpukul dan menyesal sekali. Ia menangis di hadapan Rasulallah saw 
minta maaf atas kesalahanya. “Wahai Rasulallah, maafkan kesalahanku dan mintalah 
kepada Allah ampunan atas dosaku”, ujarnya. Lalu iapun keluar sambil menagis dan 
segera menemui Bilal di luar. Ia merangkulnya lalu meminta maaf. Apakah cukup begitu saja
Abu Dhar meminta maaf kepada Bilal??? Tidak. Ia lalu menempelkan sebelah pipinya 
di atas tanah di muka kaki Bilal seraya berkata “Demi Allah Wahai Bilal aku tidak akan 
angkat pipiku dari atas tanah kecuali kamu injak pipiku yang sebelah lagi dengan kakimu. 
Demi Allah sesungguhnya kamu orang terhormat dan aku yang terhina”.

Subhanallah. Apakah Bilal rela menginjak pipi temannya Abu Dhar dengan kakinya? 
Mustahil. Mustahil, ia rela menginjaknya. Kalau begitu apa yang dilakukan Bilal pada saat itu? 
Ia dekatkan mukanya ke pipi Abu Dhar lalu menciumya berkali kali. kemudian diangkatnya dari tanah. 
Mereka berdua berpelukan dengan penuh kasih sayang dan saling bertangisan.

Kisah di atas kita bisa mengambil sebagai bahan renungan bahwa memaafkan itu bukanlah
perbuatan yang mudah dilakukan. Ketika seseorang telah dihina maka yang tersimpan 
biasanya perasan dendam dan ingin membalas bahkan bisa sampai kepada permusuhan dan 
memutuskan hubungan silaturahim. Sifat memaafkan hanya terdapat pada diri orang yang 
luar biasa seperti yang terdapat pada  Bilal yang memiliki keluhuran akhlak, ia tidak hanya 
memaafkan Abu Dhar, melainkan sekaligus membalasnya dengan kebaikan yang tak pernah
terpikirkan oleh Abu Dhar.

Sama halnya sifat meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan kepada diri seseorang yang telah dihina bukanlah sifat yang mudah. Meminta maaf memerlukan kesadaran hati dan perasaan berdosa. Apa yang dilakukan Abu Dhar terhadap Bilal justru semakin mempererat hubungan silaturahim dan membuat mereka berdua adalah sahabat yang sangat setia.
silahkan di forward ke teman-teman yach

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

recent visitor

table> widgets