Kira-kira 5 hari yang lalu, aku mulai merasakan perih pada mata sebelah kiriku. perih itu semakin terasa ketika ku gunakan untuk membaca buku, menatap layar monitor dan memandang sekeliliing dalam waktu yang lama. masya Allah..sungguh tersiksa rasanya. pengennya sih setiap saat aku kucek-kucek itu mata. ada perasaan nyaman ketika kemudian aku kucek, aku pejamkan sedikit lama. namun itu pun tidak bertahan lama, sebentar kemudian mata kiriku mulai basah dan perih kembali aku rasakan. seolah ada seonggok butir pasir kecil yang mengganjal di pelupuk mata.
Jumat, 04 Juni 2010
1001 ALASAN SAYA MEMAKAI JILBAB
1001 ALASAN SAYA MEMAKAI JILBAB
2. Berniat untuk ibadah.
3. Menutup aurat terhadap yang bukan muhrim.
4. Karena saya ingin ta’at kepada Allah yang telah menciptakan saya, menyempurnakan kejadian, memberi rizki, melindungi, dan menolong saya.
5. Karena saya ingin ta’at kepada Rasul-Nya, pembimbing ummat dengan risalah beliau.
6. Untuk memperoleh Ridho Allah (InsyaAllah).
7. Merupakan wujud tanda bersyukur atas nikmat-Nya yang tiada putus.
8. Seluruh ulama sepakat bahwa hukum mengenakan jilbab itu wajib.
9. Agar kaum wanita menutup auratnya.
10. Bukan karena gaya-gayaan.
11. Bukan karena mengikut trend.
12. Bukan karena berlagak sok suci.
13. Lebih baik sok suci dari pada sok zholim ^_^ .
14. Tidak sekadar bermaksud agar berbeda dari yang lain.
15. Meninggikan derajat wanita dari belenggu kehinaan yang hanya menjadi objek nafsu semata.
16. Jilbab cocok untuk semua wanita yang mau menjaga dirinya dari objek nafsu semata.
17. Saya ingin menjadi wanita solihah.
18. Saya tengah berusaha mencapai derajat teqwa.
19. Jilbab adalah pakaian taqwa.
20. Jilbab adalah identitas wanita muslimah.
21. Diawali dengan mengenakan jilbab, saya ingin menapak jalan ke surga.
22. Menjauhkan diri dari azab panasnya api neraka di hari kemudian.
23. Istri-istri Rasulullah berbusana muslimah.
24. Para sahabiah (sahabat Rasulullah yang wanita) juga berbusana muslimah.
25. Mereka merupakan panutan seluruh muslimah, begitu juga saya.
26. Semoga Allah memberikan kepada kita balasan jannah yang sama seperti mereka.
27. Untuk meninggikan izzah Islam.
28. Untuk meninggikan izzah (kemuliaan) diri sebagai wanita (muslimah).
29. Jilbab lebih melindungi diri.
30. Membuat saya lebih merasa aman.
31. Menjaga diri dari gangguan lelaki usil.
32. Menjaga diri dari obyek pandangan lelaki yang hanya ingin ‘cuci mata’.
33. Menjaga diri dari objek syahwat lelaki.
34. Menjaga diri dari mata lelaki yang jelalatan.
35. Menjaga diri dari tangan-tangan usil yang ingin menjamah.
36. Menghin dari zina mata dan zina hati.
37. Merupakan pencegahan dari perbuatan zina itu sendiri.
38. Jilbab dapat menghindari saya dari sikap-sikap yang negatif.
39. Jilbab dapat menghapus keinginan-keinginan yang menyimpang.
40. Membuat saya lebih bersahaja.
41. Membuat saya lebih khusyu’.
42. Mejauhkan saya dari perbuatan dosa (insyaAllah).
43. Membuat saya malu bila berbuat dosa.
44. Mendekatkan saya pada Allah.
45. Mendekatkan saya pada Rasulullah.
46. Mendekatkan saya pada nabi-nabi-Nya.
47. Mendekatkan saya pada sesama muslim.
48. Mendekatkan saya pada ajaran Islam.
49. Membuat saya tetap ingin belajar tentang Islam.
50. Membuat saya selalu merasa haus akan ajaran Islam.
51. Membuat saya tetap ingin menjalankan ajaran Islam.
52. Ajaran Islam berlaku sepanjang masa, tidak ada yang kuno.
53. Berjilbab bukan sesuatu yang kuno.
54. Mengatakan berjilbab itu kuno berarti telah menggugat otoritas Allah.
55. Allah Yang Maha Mengetahui lebih tahu apa yang terbaik bagi ummat-Nya.
56. Berjilbab, berarti menandakan kemajuan penerapan ajaran Islam di masa kini.
57. Merupakan satu barometer telah terbentuknya suatu lingkungan yang Islami.
58. Membedakan diri dari penganut agama lain.
59. Memudahkan dalam pengidentifikasian sesama saudari seiman.
60. Memperkuat tali silaturahmi dan ukuwah sesama muslimah.
61. Menghilangkan keraguan saya bila ingin menyapa saudari muslimah.
62. Memudahkan menanamkan rasa sayang-menyayangi sesama saudara/saudari seiman.
63. Membuat saya lebih terlihat anggun.
64. Membuat saya terlihat menyenangkan.
65. Membuat saya lebih terlihat wanita.
66. Tidak terlihat seperti laki-laki.
67. Membuat saya selalu berada dalam lingkungan yang Islami.
68. Jilbab menjaga saya dari pergaulan yang salah.
69. Memudahkan saya, dengan ijin Allah, mengenal lelaki yang salih.
70. Wanita yang baik (salihah) dengan lelaki yang baik (salih) pula.
71. Mudah-mudahan saya diberi jodoh lelaki yang salih.
72. Jodoh merupakan urusan Allah.
73. Dengan keta’atan pada Allah, Allah akan memberikan kemudahan-Nya.
74. Memudahkan saya dalam beraktifitas..
75. Membuat lebih mudah bergerak.
76. Jilbab menjagaku sehingga tidak terlihat lekuk-lekuk tubuh
77. Sangat repot bila memakai pakaian wanita seperti trend saat ini (yang ketat).
78. Saya tidak suka memakai celana jeans.
79. Celana jeans yang ketat dapat menyebabkan kanker rahim karena suhu di sekitar rahim tidak beraturan.
80. Menghemat waktu dalam berpakaian.
81. Menghemat waktu dalam berhias.
82. Tidak perlu repot-repot selalu berusaha mengikuti trend mode yang berkembang.
83. Menghemat biaya untuk membeli pakaian yang sedang trend.
84. Menghemat biaya untuk membeli make up.
85. Melindungi kulit wajah dari make up yang dapat merusak kulit.
86. Melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.
87. Meminimalkan penyakit kanker kulit.
88. Sengatan matahari dapat mengurangi kelembaban kulit sehingga kulit jadi kering.
89. Meminimalkan munculnya bintik-bintik hitam pada permukaan kulit akibat perubahan pigmen di usia tertenu.
90. Melindungi rambut dari debu-debu yang berterbangan.
91. Debu-debu itu dapat mengotori rambut dan menyebabkan rambut mudah rontok yang berakibat kebotakan.
92. Menuntun saya untuk hidup lebih sederhana.
93. Menghindari hidup yang konsumtif.
94. Membuat diri tidak silau dengan kemegahan dunia dan segala perhiasannya.
95. Membuat saya lebih memikirkan hal lain selain mode dan perhiasan.
96. Menempatkan wanita menjadi subjek dalam proses pembangunan ummat.
97. Lebih mudah dalam menabung.
98. Memiliki kesempatan untuk melakukan ibadah haji.
99. Memiliki kesempatan lebih banyak untuk berinfaq dan sedekah.
100. Itu berarti lebih banyak beramal untuk bekal di hari kemudian.
101. Membuat saya merasa menjadi wanita seutuhnya.
Sebenarnya, pasti alasannya lebih dari 101, lebih banyak dari itu.
Kamis, 27 Mei 2010
The Real Dracula
THE REAL DRACULA
(Membongkar Sebuah Kebohongan & DUSTA)
Let's the story tells it's self
aku tidaklah menutur kebencian
melainkan hanya menyampaikan sejarah apa adanya
penilaian selanjutnya terserah kepada anda
Bagitu kata Dracula muncul yang terbayang dibenak anda barangkali sosok makhluk haus darah dengan kedua taring di mulutnya. Sosok yang konon hidup abadi, takut oleh sinar matahari dan hanya bisa dibunuh dengan salib dan bawang putih. kalau itu benar berarti selama ini anda telah tertipu.
Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula's Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)yang dibuat ulang pada tahun 1979dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam buku berjudul "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia, keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman sebagai wakil Islamdan Kerajaan Hongaria sebagai wakil Kristensemakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia. Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel benteng Kristenke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai carayang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
"Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami."
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
"Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal."
Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania, Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakatkhususnya umat Islam sendiri yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh merekapahlawan dari pihak Islamdan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Selain yang telah dipaparkan di atas, buku "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain entah itu politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini walaupun masih merupakan langkah awal bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.
malu ih gak kenal Khulafaur Rasyidin ( bag 2)
KHALIFAH ABU BAKAR AS SHIDIQ (bag 2)
setelah menumpas para pemberontak dan memerangi mereka
yang enggan membayar zakat, membungkam nabi palsu Musailamah al kadzab
Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap berkeras melanjutkanrencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya, keinginan Abu Bakar ditentang oleh sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi, setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh AbuBakar itu ternyata sangat strategis dan membawa dampak yang sangat positif.Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkani nterpretasi di pihak lawan bahwa kekuatan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, langkah ini juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern. Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilangdan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang berlimpah. Sebagai usaha berikutnya, ia melakukan perluasan wilayah Islam ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Abu Bakar berpendapat bahwa daerah itu harus ditaklukkan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, Persia dan Bizantium. Ekspansi ke Irak dipimpin panglima Khalid bin Walid, ke Suriah dipimpin oleh tiga panglima, yaitu Amr bin As, Yazid bin Abu Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah. Pasukan Khalid dapat menguasai al-Hirah pada tahun 634.
Akan tetapi, tentara Islam yang menuju Suriah, kecuali pasukan Amr bin As, mengalami kesulitan karena pihak lawan, yaitu tentara Bizantium, mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar dan perlengkapan perangnya jauh lebih sempurna.
Untuk membantu pasukan Islam di Suriah, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid segera meninggalkan Irak menuju Suriah dan kepadanya diserahi tugas memimpin seluruh pasukan. Khalid mematuhi perintah Abu Bakar dan berhasil memenangkan pertempuran. Kemenangan itu tidak dapat disaksikan oleh khalifah karena ketika peperangan sedang berkecamuk, Abu Bakar jatuh sakit dan tidak berapa lama kemudian meninggal.
Selain usaha memperluas wilayahke luar Semenanjung Arabia, Khalifah Abu Bakar juga melakukan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an yang selama ini berserakan di berbagai tempat. Usaha ini dilakukan atas saran Umar bin Khattab.
Pada mulanya ia agak berat melaksanakan tugas ini karena belum pernah dilakukan pada masa Nabi SAW. Akan tetapi, Umar mengemukakan alasan banyaknya sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya. Abu Bakar pun dapat menyetujuinya. Selanjutnya ia menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku Rasulullah SAW. Prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan,seperti yang dijalankan Nabi SAW, selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat, perhatiannya juga sangat besar. Sahabat yang telah menduduki suatu jabatan pada masa Nabi SAW tetap dibiarkan padaj abatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Untuk meningkatkan kesejahteraanumum, Abu Bakar membentuk lembaga Bait al-Mal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi yang digelari amin al-'ummah (kepercayaan umat).
Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar adalah membagi sama rata hasil rampasan perang(ganimah).
Dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT di akhirat. Karena itu, biarlah di dunia mereka mendapat bagian yang sama.
Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Dengan demikian, ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan khalifah.
Dalam menetapkan calon penggantinya, Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat,melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab. Pilihan itu tidak segera diputuskannya sendiri, tetapi dimusyawarahkannya terlebih dahuludengan sahabat-sahabat besar.
Setelah disepakati, barulah iamengumumkan calon khalifah itu.
Abu Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat singkat (kurang lebih dua tahun) telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan dalam negeri Madinah yang baru tumbuh itu, dan juga menyiapkan jalan bagi perkembangan dan perluasan Islam di luar Semenanjung Arabia. selesai.
wali-wali Allah dan karomah mereka
Wali-Wali Allah Beserta Karomah-Karomah Mereka |
Orang Muslim beriman bahwa Allah Ta'ala mempunyai wali-wali dari hamba-hamba-Nya yang Dia pilih untuk beribadah kepada-Nya, menjadikan mereka taat kepada-Nya, memuliakan mereka dengan memberikan cinta-Nya kepada mereka, dan memberikan karamah-karamah-Nya kepada mereka. Allah Ta'ala adalah wali mereka yang mencintai dan mendekatkan mereka. Sedang, mereka adalah wali-wali Allah Ta'ala yang mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, memerintah dengan perintah-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, melarang dengan larangan-Nya, mencintai dengan cinta-Nya, dan marah dengan kemarahan-Nya. Jika mereka meminta sesuatu kepada Allah Ta'ala, maka Dia memberikan permintaan mereka. Jika mereka meminta pertolongan kepda Allah Ta'ala, maka Dia menolong mereka. Jika mereka meminta perlindungan kepada Allah Ta'ala, maka Dia melindungi mereka. Mereka adalah orang-orang beriman, orang-orang bertakwa, orang-orang yang memiliki karamah, dan orang-orang yang memiliki khabar gembira di dunia dan akhirat. Setiap orang mukmin dan bertakwa adalah wali Allah Ta'ala. Hanya saja, tingkatan mereka berbeda tergantung kepada ketakwaaan mereka dan keimanan mereka. Siapa saja yang beriman dan ketakwaannya sempurna, maka kedudukannya di sisi Allah Ta'ala tinggi dan karamah-Nya lengkap. Pemimpin para wali adalah para rasul dan para nabi. Dan sesudah mereka adalah kaum Mukminin. Karamah-karamah yang terjadi kepada wali-wali Allah Ta'ala dari kaum Mukminin, seperti makanan sedikit menjadi banyak, atau menyembuhkan sakit, atau menyelam di laut, atau tidak terbakar oleh api, adalah sejenis mukjizat. Bedanya, mukjizat terjadi setelah adanya tantangan. Contoh tantangan ialah seperti tantangan Rasulullah saw. kepada orang-orang Quraisy, "Bagaimana menurut kalian, jika aku mendatangkan ini dan itu, apakah kalian membenarkanku? Jika tidak, Allah akan menyiksa kalian karena kalian tidak beriman, padahal mukjizat telah diperlihatkan kepada kalian." Sedang, karamah tidak. Karamah terbesar ialah konsisten melaksanakan perintah-perintah yang disyariatkan, dan menjauhi hal-hal haram serta larangan-larangan. Dalil-Dalil Wahyu
|
Rabu, 26 Mei 2010
the Prophet’s marriage with Aisyah and her age at the time
Berapa usia Aisyah sebenarnya pada waktu dinikahi Rasulullah saw?
Q. I have been asked numerous times about the Prophet’s marriage with Aishah and her age at the time. Could you please throw some light on this issue, and explain the reasons why this marriage took place at such an early age?
A. Ahmad , USA
A. Yes, this question will inevitably be raised time after time, particularly with the steadily increasing attacks against Islam and against the Prophet personally. Yet there is nothing in Islam, or in the character and behavior of Muhammad (peace be upon him), God’s last messenger to mankind, that we need to apologize for, or feel embarrassed about. However, some discussion of his marriage to Aishah and her age at the time of their marriage is needed in order to show that there was nothing wrong in all that.
The most commonly quoted report suggests that Aishah was only six years of age when the Prophet proposed to her, and their actual marriage took place when she was nine. People tend to take this as an established fact. But when we examine this report and take into consideration all factors and related reports, we find that this report does not stand to even elementary scrutiny.
The first thing we have to understand is that the Arabian society at the time of the Prophet was largely illiterate, with very few people able to read and write. There was no particular calendar used for dating major events, let alone the births and deaths of people. We read for example that the Prophet was born in the year of the elephant, which was the year when an Abyssinian commander went from Yemen to Makkah at the head of a large army with the aim of destroying the Kaaba. A large elephant marched in front of the army. Hence, the name given to the event and the year.
Reports of people’s ages in Arabia at the time of the Prophet are often confused, and always uncertain. For example, the common idea of the Prophet’s age at the time of his first marriage to Khadeejah is said to be 25, while she was 40. However, in the most reliable biography of the Prophet, written by Ibn Hisham, which gives him that age, we have two additional reports, one putting his age at 30 and the other at 21. There is simply no way we can determine with any degree of accuracy which of the three figures indicating the Prophet’s age is the correct one. Khadeejah’s age is also subject to speculation with different reports saying that she was 35 and 25. One report by Ibn Abbas, the Prophet’s cousin who was one of the most authoritative scholars among the Prophet’s companions, says that both the Prophet and his wife were 28 at the time of their marriage. Considering that Khadeejah gave the Prophet six children, there is no way she could have been 40 at the time of their marriage, which is the most common report. She must have been much younger, and the report that she was 28 or 25 seems far more reasonable.
The Prophet did not marry anyone else while Khadeejah was alive, and he lived with her for 25 years. When she died and he was facing great pressure, a woman companion of his suggested that he should get married, so that he would have companionship and comfort at home, after a long day of preaching his message. She suggested either a virgin, Aishah, or a previously married woman, Sawdah. The Prophet told her to go with his proposal to both of them.
The idea behind a new marriage was to give the Prophet companionship and comfort, and yet those who suggest that Aishah was six at the time want us to believe that the woman who wanted the Prophet to get married would suggest to him a girl of 6 to marry! That is some companionship! I wonder whether she meant companionship to him or to his youngest daughter who was older than Aishah, if we accept this report.
But then we cannot take the matter on logical factors alone. We have to have some other basis. Consider then that in Ibn Ishaq’s biography of the Prophet, which is the basis and most accurate of all biographies, we have a list of the early Muslims, who accepted Islam in the very early days of the Islamic message. He lists about 50 people and this list includes the names of Abu Bakr’s two daughters, Asmaa’ and Aishah, adding that she was young at the time. On that list, Aishah comes at number 20, but let us not attach any importance to this order. We will only take the fact that all these were Muslims before the message of Islam was in its fifth year, because in that year the first immigration to Abyssinia took place, when many of those included in this list were among the immigrants.
So, at that time, in year 5 or earlier, Aishah was young but old enough to be listed among people accepting a new faith. What age do we give her? Surely it cannot be said that she was 2 or 4 or 5, and still be included in such a list of illustrious names. Otherwise, all children born to the other 50 people on the list would have been mentioned. She must have been old enough to make an informed decision of the serious magnitude of changing or accepting a religion. To me, she could not have been less than 10 or 8, if people would insist on making her younger.
We now need to find out how long after that her marriage took place. Well, we know that the marriage took place after the Prophet and his companions had settled in Madinah, which means year 13 or 14 of the beginning of Islamic revelations. Simple arithmetic shows that she could not have been less than 14 when she was named to the Prophet as a possible wife, or less than 17 when he married her, with the stronger possibility that she was even older, perhaps 19.
Then someone might ask why the Prophet would marry a young woman of that age when he was 53 or 54? In order to understand such issues we need to remember that we cannot apply our own social norms to a different society, even though we live at the same time. Thus, American social norms may not be applied in Africa, Malaysia or Japan , nor can the social norms of any of these societies be applied in the other. At that time in Arabia , people did not consider age difference between man and wife to be of great significance. Take the case of Umar ibn Al-Khattab and his daughter Hafsah. When she was divorced, Umar suggested to Abu Bakr, who was at least 10 years older than him, to marry her. The age difference in that marriage, had it taken place, would have been nothing less than 30 years, and Umar thought that it would have been a great and welcome match. When Abu Bakr was slow in answering Umar’s suggestion, Umar offered her to Uthman, who was only a few years younger than him. But Uthman had a reason for not marrying her, and then the Prophet married her. He was about the same age as Abu Bakr or slightly older. The age gap counted for nothing at the time.
Pada Usia Berapakah Aisyah Menikah dg Rasulullah
Saya beberapa kali ditanyai tentang pernikahan Rasulullah dengan Aisya RA dan usia Aisyah RA saat itu. Bisakah anda beritahu saya soal ini dan jelaskan mengapa pernikahan ini terjadi saat usia Aisyah RA begitu muda?
A. Ahmad, USA
Ya, pertanyaan ini tak bisa dielakkan akan muncul berulang kali, terutama karena makin seringnya serangan pada Islam dan pribadi Rasulullah. Tapi tidak ada yang perlu kita mintakan maaf atau merasa malu tentang Islam, atau karakter dan perilaku Muhammad SAW, utusan Allah pemungkas kepada ummat manusia. Namun, kita perlu membahas tentang pernikahan Rasulullah dengan Aisyah RA dan usia Aisyah RA saat menikah saat itu agar dapat menunjukkan bahwa tidak ada yang salah.
Riwayat yang paling lazim dikutip menunjukkan bahwa Aisyah RA baru berusia enam tahun ketika Rasulullah melamarnya, dan pernikahan sebenarnya terjadi ketika Aisyah RA berusia sembilan tahun. Data ini sering dianggap sebagai sebuah fakta yang sebenarnya. Tapi ketika kita amati riwayat ini dan mempertimbangkan berbagai faktor dan riwayat terkait lainnya, ternyata riwayat ini terbukti lemah.
Yang pertama harus kita pahami adalah masyarakat Arab di masa Rasulullah hidup umumnya buta huruf dan hanya segelintir saja yang melek huruf. Saat itu tidak ada penanggalan tertentu yang digunakan untuk menandai peristiwa-peristiwa penting, apalagi kelahiran dan wafatnya penduduk. Kita baca misalnya bahwa Rasulullah dilahirkan pada Tahun Gajah, yaitu tahun ketika panglima asal Habsyah memimpin pasukan besar yang berangkat dari Yaman dengan tujuan Mekkah dengan sasaran untuk menghancurkan Kabah. Seekor gajah besar berada di bagian depan pasukan. Karenanya, begitulah dinamai peristiwa itu dan juga tahunnya.
Laporan usia penduduk di Arab di masa Rasulullah sering membingungkan dan seringkali membingungkan. Misalnya, anggapan umum bahwa usia Rasulullah saat pernikahan pertamanya, yaitu dengan Khadijah disebut 25 tahun, sedangkan Khadijah 40. Namun, dalam Sirah (biografi) Nabawiyah yang paling dapat dipercaya, karya Ibn Hisham, yang menyebutkan usia Rasulullah itu, ada dua riwayat tambahan, yang satu menyebutkan usianya 30 dan lainnya 21. Tidak ada cara untuk dapat dengan tepat menentukan yang mana dari ketiga data ini yang tepat menunjukkan usia Rasulullah. Usia Khadijah RA juga menjadi spekulasi dengan adanya riwayat yang menyebut bahwa usianya 35 dan 25.
Satu riwayat dari Ibn Abbas, sepupu Rasulullah yang dianggap paling sosok otoritatif di kalangan para Shahabat, menyebutkan bahwa baik Rasulullah maupun istrinya berusia 28 tahun saat mereka menikah. Dengan pertimbangan bahwa Khadijah RA melahirkan enam anak Rasulullah, tidak mungkin saat menikah usianya 40 tahun, meskipun ini adalah riwayat yang paling umum. Beliau pasti jauh lebih muda, dan riwayat yang menyebutkan usianya adalah 28 atau 25 tampaknya lebih masuk akal.
Rasulullah tidak menikahi perempuan lain selama Khadijah RA masih hidup, dan beliau hidup bersamanya selama 25 tahun. Ketika Khadijah RA wafat dan menghadapi tekanan yang besar, seorang perempuan dari kalangan Shahabat mengusulkan agar beliau menikah, agar beliau punya pendamping dan pelipur lara di rumah, setelah seharian berdakwah. Perempuan ini mengusulkan seorang perawan, Aisyah RA, atau seorang janda, Sawdah RA. Rasulullah meminta perempuan ini untuk menyampaikan lamarannya kepada keduanya.
Maksud dari pernikahan baru ini adalah agar Rasulullah punya pendamping dan pelipur lara, namun mereka yang setuju bahwa usia Aisyah RA 6 tahun saat dilamar ingin agar kita percaya bahwa perempuan yang mengusulkan agar Rasulullah menikah seolah mengusulkan agar beliau menikah dengan anak berusia 6 tahun! Masa sih pendamping Rasulullah adalah anak-anak! Saya jadi bertanya-tanya apakah yang dimaksud perempuan itu adalah pendamping buat Rasulullah atau pendamping buat putri bungsunya yang lebih tua dari Aisyah RA, jika kita terima riwayat ini.
Tapi kita tidak cukup hanya dengan logika saja. Kita harus punya dasar lain. Coba pertimbangkan juga Sirah Nabawiyah karya Ibn Ishaq, yang menjadi dasar dan paling akurat dari semua Sirah. Kita dapati ada daftar kaum Muslim yang memeluk Islam di periode awal pewahyuan Islam. Ibn Ishaq mendaftar sekitar 50 orang dan di dalamnya ada dua orang putri Abu Bakr RA, Asma’ RA and Aisyah RA, dengan keterangan bahwa saat itu Aisyah RA masih muda. Di daftar itu, Aisyah RA ada di urutan ke 20, tapi urutan ini tidak penting. Kita hanya akan perhatikan fakta bahwa mereka semua ini sudah Islam sebelum pewahyuan Islam masuk tahun 5, karena di tahun itu terjadi hijrah pertama ke Habbasyah (Ethiopia), ketika banyak dari yang termasuk di daftar ini juga turut hijrah.
Jadi, saat itu, di tahun ke 5 Islam atau lebih awal lagi, Aisyah RA masih muda tapi cukup umur untuk masuk daftar orang-orang yang awal masuk Islam. Usia berapakah Aisyah RA? Pasti tidak mungkin usianya 2 atau 4 atau 5 tahun, dan tetap dimasukkan daftar bersama sosok-sosok utama lainnya. Jika tidak, semua anak-anak dari 50 orang dalam daftar itu juga pasti tercantum. Aisyah RA pasti cukup umur untuk mengambil keputusan sedemikian penting dalam mengubah dan menerima suatu keyakinan. Buat saya, usia Aisyah RA tidak mungkin kurang dari 10 atau 8 tahun, jika memang ada yang bersikeras bahwa Aisyah RA harus berusia muda saat itu.
Sekarang kita perlu cari tahu berapa lama setelah itu pernikahannya terjadi. Nah, kita tahu bahwa pernikahan terjadi setelah peristiwa Hijrah ke Madinah, yang artinya tahun ke 13 atau 14 pewahyuan Islam. Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa usia Aisyah RA saat itu tidak lebih muda dari 14 ketika dia diusulkan menjadi istri Rasulullah, atau lebih muda dari 17 tahun saat beliau menikahinya, dengan kemungkinan yang lebih kuat adalah Aisyah RA lebih tua dari itu, kira-kira 19 tahun.
Lalu mungkin ada yang tanya kenapa Rasulullah menikahi perempuan semuda itu ketika usianya sendiri 53 atau 54 tahun? Agar bisa mengerti hal ini kita perlu ingat bahwa kita tidak bisa memakai norma sosial kita kepada suatu masyarakat lain, meskipun kita hidup semasa. Jadi, norma sosial Amerika tidak bisa dipakai di Afrika, Malaysia atau Jepang, dan tidak juga bisa salah satu norma negeri ini dipakai di negeri lainnya. Saat itu di Arab, orang tidak terlalu menggubris perbedaan usia antara suami dan istri. Ambil contohnya Umar ibn Al-Khattab RA dan Hafsah RA, putrinya. Saat dia dicerai, Umar RA mengusulkan kepada Abu Bakr RA, yang setidaknya 10 tahun lebih tua dari dirinya, untuk menikahi putrinya. Jika pernikahan itu terjadi, maka beda usia di antara mereka sekitar 30an tahun, dan Umar RA beranggapan bahwa hal itu tidak masalah. Ketika Abu Bakr RA tidak segera dalam memberi jawaban, Umar RA mengusulkan putrinya kepada Utsman RA, yang lebih muda sedikit dari dirinya. Tapi Utsman RA tidak menerima usulan Umar RA, dan lalu Rasulullah lah yang menikahinya. Usia Rasulullah saat itu kurang lebih sama dengan Abu Bakr RA. Beda usia saat itu bukan masalah.
Keagungan dan Keindahan Muhammad saw (2)
MUHAMMAD SAW KEHEBATAN DAN KEINDAHANNYA (2)
Ketika berbicara tanggal 12 Rabiul Awal maka ingatan kita akan tertuju kepada sebuah peristiwa 14 abad yang lalu di mana manusia sempurna, nabi penutup telah dilahirkan ke muka bumi yang bernama Muhammad saw. Informasi yang kita terima hanya menyebutkan beliau lahir pada waktu tahun gajah, karena saat itu tentara gajah Abrahah akan menyerang kota suci Mekah. Ditengarai saat itu tahun Masehi menunjukkan angka 571 atau abad ke 6, masa di mana dunia ketika itu tengah dilputi oleh kegelapan. Gelap karena manusia menuhankan banyak tuhan, aturan kitab suci diabaikan dan penindasan oleh tirani kekuasaan membentang dari dunia timur hingga Barat. Ada dua kekuatan besar yang memerintah dunia pada waktu itu, pertama Romawi kedua Persia. Romawi sangat identik dengan kekristenannya dan Persia identik dengan Majusinya (menyembah api).
Kelahiran Muhammad saw dipandang sebagai tonggak pembebasan dan pencerahan manusia dari segala macam kegelapan, ketertindasan dan kemunduran ilmu pengetahuan menjadi sebuah masyarakat yang memiliki budaya dan peradaban tinggi. tidaklah berlebihan kiranya jika Michael H. Hart menempatkan Muhammad saw sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh besar dalam sejarah umat manusia dan menempatkannya pada urutan nomor 1 di dunia. Pertanyaannya adalah why? Berikut adalah pengakuan Michael H. Hart,
“Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad adalah karena ia satu-satunya manusa dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi hanya dalam tempo tidak kurang dari 13 tahun.
Berasal dari keluarga sederhana Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin yang tangguh, tulen dan efektif. Kini 14 abad sesudah wafatnya pengaruhnya masih tetap kuat, mendalam dan berakar.”
Sebagian besar dari rang-orang yang tercantum dalam buku tersebut merupakan manusia yang beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Sementara Muhammad lahir di kota Mekah, bagian agak selatan jazirah Arab, sebuah tempat yang terbelakang dan tidak pernah diperhitungkan dalam peta sejarah m anapun, jauh dari usat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi anak yatim piatu di umur 6 tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Beliau juga merupakan nabiyil ummyi (nabi yang tidak bisa baca tulis), hingga umurnya mencapai 40 tahun nyaris belum terlihat sebuah kehebatan apapun, keluarbiasaaannya sebagai manusia tampak pun tidak.
Laizmnya bangsa Arab pada waktu itu hampir keseluruhan tidak memeluk agama tertentu kecuali menyembah berhala Lata, Hubal, Uzza, dan Mana ( Represenntatif dari dewa Matahari, Dewi bulan, dan kedua anak tuhan). Ada komunitas dan itupun sangat kecil jumlahnya yaitu pemeluk Yahudi dan Nasrani.
Diketika Muhammad saw diangkat menjadi nabi pada usia 40 tahun, mulailah penyebaran agama Islam dari kaum kerabat dan orang-orang terdekat. Selama kurang lebih 10 tahun di Mekah ini Islam mulai mendapatkan pengikut. Rupanya keadan ini tidak disukai oleh orang kafir Mekah dan tokoh-tokohnya. Maka mlulailah teror dan intimidasi dilancarkan demi untuk menghmabat dan menghapuskan agama baru, Islam yang menurut mereka akan sangat membahayakan tradisi dan kedudukan mereka di dalam komunitas klan-klan yang ada pada waktu itu.
Di tahun 622 M cemas terhadap keselamatan para sahabatnya yang satu persatu diculik, disiksa bahkan dibunuh Muhammad saw memutuskan untuk Hijrah ke Madinah. Di sinilah kemudian Islam berkembang dengat pesat dan memancarkan cahaya ke seluruh negeri-negeri sekitarnya. Di penghujung usianya yang sisa 2 tahun Rasulullah telah menyaksikan kemajuan yang luar biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Islam, seluruh jazirah Arab hampir dipastikan telah memeluk Islam sebagai agama mereka.
Dalam tradisinya suku-suku Arab mudah sekali berpecah belah satau sama lain bahkan tidak jarang peperangan disulut oleh hal-hal yang sepele. Perang kemudian sudah menjadi menu keseharian. Yang lebih menggelitik lagi adalah ketika mereka dalam kondisi tenang dan damai antara-suku-suku yang ada kemudian mengadakan koordinasi untuk diadakan perang-perangan di hari yang mereka sepakati. Maka dimulailah adengan sandiwara mirip peperangan sesungguhnya, ada penjarahan, pembakaran, adu tanding dan demikian seterusnya. Tradisi yang buruk itu dapat dihapus oleh Rasulullah lalu mempersatukan mereka di bawa bendera “laa ilaaha illallah” Muhammadlah yang telah mengubah pasukan kecil orang-orang Baduwi yang sebelumnya tidak pernah mengalahkan tentara manapun untuk kemudian mampu melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Lihat bagaimana di sebelah Timur Laut berdiri kekaisaran Persia, di Barat Laut berdiri Bizantium Romawi dan di sebelah timur Romawi Timur dengan Konstatinopelnya, seluruhnya tunduk dan hormat kepada Islam. Semua itu dilakukan hanya dalam kurun 13 tahun. Subhanallah.....tidak ada seorang pun dunia yang sanggup melakukan itu kecuali dialah Muhammad saw.
Ditilik dari jumlah dan ukuran jelas pasukan Arab (baca : pasukan Islam) jelas tidak bakal mampu menandinginya. Namun, di medan pertempuran pasukan Islam dengan semangat membara, dengan sapuan kilatnya dapat menaklukkan Mesopotamia, Siria, dan Palestina. Pada tahun 642 Mesir direbut dari genggaman kaisar Byzantine. Sementara itu bala tentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisiyah pada tahun 637 dan di Nehavend tahun 642.
Tapi penaklukan besar-besaran –dibawah pimpinan sahabat nabi dengan penggantinya Abu bakar dan umar bin Khattab—itu tidak menunjukkan Tanda-tanda berhenti sampai di situ. Pada tahun 711 pasukan Arab telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke tepi samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke utara dan menyeberangi selat Gibraltar (Jabal At Thoriq –salah satu panglima Islam yang dikirim ke wilayah Spanyol) dan melabrak kerajaan Vsighotic di Spanyol. Tidaklah mengherankan jika di eropa sampai kini Islam masih menancapkan kebesarannya, dan musuh-musuh Allah ingin memadamkan api Islam di sana , namun Allah justeru menyempurnakan cahayaNya dengan apa yang Ia kehendaki. Tahukah anda bahwa Eropa saat ini sedang dilanda demam Islam? Subhanallah..
Kita bisa mengambil pointer dari sepenggal pemaparan kisah perjalanan Rasulullah saw di atas. Apa itu? Berbuatlah yang terbaik pada hari ini. Kelak dunia akan mencatat hasil kerja keras kita. Manusia yang tidak mengukir prestasi ia akan dilupakan oleh sejarah. Untuk bisa menorehkan tinta emas pada lembaran sejarah maka tirulah Muhammad saw. Bagaimana dalam waktu tidak kurang dari 13 tahun beliau mampu membuat seluruh jazirah Arab takluk di bawah bendera Islam dari yang semula, Arab, tidak pernah diperhitungkan dalam kancah sejarah menjadi harum namanya. Dari semula masyarakat Arab yang bodoh karena jauh dari ilmu pengetahuan menjadi masyarakat yang memiliki tatanan pengetahuan yang akhirnya menyebar ke dunia Barat. Dari semula masyarakat Arab yang mudah berpecah belah menjadi masyarakat yang bersatu padu dalam ikatan suci “laa ilaaha illallah.”dalam istilah sekarang, dialah Muhammad yang mampu mengubah Arab dengan wajah Islam from Nothing to be Something.
Biografi Muhammad saw yang demikian mengagumkan itu tidak akan mungkin bisa dikenali kalau muslim tidak pernah tahu. Untuk tahu paling tidak mereka pernah mendengar atau membaca. Masalahnya tidak semua orang bisa membaca. Jikalau kemudian ternyata mereka bisa membaca pun bisa tidak semua gemar membaca buku atau tidak ada waktu untuk membaca. Oleh karenanya dibutuhkan media untuk menyampaikan sejarah, perjalanan nabi yang dapat dihadiri banyak orang, ialah pengajian. Pengajian Peringatan Maulud Nabi Muhammad saw diselenggarakan adalah dalam rangka mengenang, mengenal lebih dekat dan mencontoh kepribadian, perilaku dan semua yang ada pada diri Rasulullah saw. Pengajian merupakan tehnis dakwah sebagai sarana untuk mengumpulkan umat apalagi berbarengan dengan moment maulud nabi akan menambah ghirah (semangat) orang Islam untuk mendatangi forum tersebut.
Minggu, 23 Mei 2010
tahukah kamu siapa itu Maryam Jameela?
Maryam Jameela
Dunia mengenal tokoh yang satu ini sebagai seorang intelektual serta penulis ternama di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Maryam Jameela, demikian nama muslimnya. Ia telah menghasilkan sejumlah karya yang cukup penting dalam khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life, Islam and Orientalis, Islam in Theory and Practice, dan 'Islam and the Muslim Woman Today'.
Salah satu hal yang patut dicatat dari tulisan-tulisan serta pemikiran Maryam Jameela, adalah keyakinannya terhadap agama Islam yang dinilainya sebagai agama terbaik. Islam merupakan agama dengan keunggulan paripurna, sehingga merupakan satu-satunya jalan untuk menuju kehidupan lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.
Melalui karyanya, Maryam ingin menyebarkan keyakinannya itu kepada segenap umat Muslim di seluruh dunia. Harapannya adalah agar umat semakin percaya diri untuk dapat mendayagunakan keunggulan-keunggulan agama Islam tersebut demi meraih kejayaan di berbagai bidang kehidupan.
Sikap dan pemikiran yang ‘trengginas’ itu tampaknya tak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan cendekiawan ini. Sejatinya, wanita kelahiran 23 Mei 1934 tersebut adalah seorang Yahudi. Keislamannya berlangsung ketika masih berusia remaja.
Ia menyandang nama Margareth Marcus sebelum memeluk Islam. Berasal dari keluarga Yahudi, Margareth dibesarkan dalam lingkungan yang multietnis di New York, Amerika Serikat. Nenek moyangnya berkebangsaan Jerman. "Keluarga kami telah tinggal di Jerman selama empat generasi dan kemudian berasimilasi ke Amerika," papar Maryam, dalam buku Islam and Orientalism .
Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati.
Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.
Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara musik Arab dan Alquran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid .
Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretensi apapun terhadap agama ini.
Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal.
Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.
Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.
Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran pada Islam.
Hasil penelaahannnya dicurahkan dalam suratnya kepada Abul A'la al-Mawdudi, seorang ulama besar Pakistan. Di situ sia menulis, “Pada kitab Perjanjian Lama memang terdapat konsep-konsep universal tentang Tuhan dan moral luhur seperti diajarkan para nabi, namun agama Yahudi selalu mempertahankan karakter kesukuan dan kebangsaan. Sebagian besar pemimpin Yahudi memandang Tuhan sebagai agen real estate yang membagi-bagikan lahan untuk keuntungan sendiri. Maka, walau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Israel sangat pesat, namun kemajuan material yang dikombinasikan dengan moralitas kesukuan ini adalah suatu ancaman bagi perdamaian dunia."
Kecintaan Margareth kepada Islam tak terbendung lagi. Dirinya semakin mantap untuk memilih Islam sebagai jalan hidup. Akhirnya ketika berusia 19 tahun, Margareth resmi memeluk Islam, tepatnya pada tahun 1961. Dia mengganti namanya menjadi Maryam Jameela.
Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah sejak jauh-jauh hari, akan tetapi selalu dihalangi keluarganya. Mereka menakut-nakutinya dengan mengatakan bahwa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya karena berasal dari keturunan Yahudi.
Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahwa apa yang dikatakan keluarganya tidaklah benar. Umat Muslim justru menyambutnya dengan hangat. Keputusan beralih menjadi Muslimah, diakuinya kemudian, juga turut dipengaruhi oleh kekagumannya pada dua karya terkenal dari Mohammad Assad, yakni The Road to Mecca dan Islam at Crossroad .
Setelah berislam, dia mengalami semacam transformasi pola pikir yang dia istilahkan sebagai ‘transformation from a kafir mind into a Muslim mind’ (transfomasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim). Menurut Maryam, perubahan pola pikir yang memengaruhi perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari, akan terjadi bila seseorang memasuki ruang keislaman. Ada perbedaan mendasar antara pemikiran dari seorang Muslim dan kafir.
Tak lama setelah itu, Maryam memulai kegiatan penuangan ide, gagasan dan pemikirannya sebagai penulis tetap pada majalah Muslim Digest terbitan Durban, Afrika Selatan. Artikel-artikelnya kerap menekankan inti ajaran tentang akhlak, takwa dan iman, serta kebenaran dalam agama Allah SWT. Dan melalui aktivitas di jurnal itu, dia semakin akrab dengan Mawlana Sayid Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan, yang juga kontributor di jurnal yang sama.
Maryam sangat terkesan dengan karya dan pemikiran-pemikiran Mawdudi, sehingga memutuskan untuk berkorespondensi. Surat-menyurat antara keduanya dilakukan pada kurun waktu 1960 dan 1962, dan kemudian dibukukan dengan judul Correspondences Between Mawlana Mawdoodi and Maryam Jameela . Keduanya saling berdiskusi tentang banyak hal terkait kehidupan umat Muslim, hubungan Islam dan Barat, serta masih banyak lagi.
Sebenarnya, beberapa saat sebelum memeluk Islam, Maryam Jameela sudah aktif menulis sejumlah artikel yang intinya membela Islam. Dia juga gencar mengkritik berbagai paham modern yang seolah hendak dipaksakan untuk diterapkan kepada masyarakat Islam.
Atas undangan Mawdudi, di tahun 1962, Maryam datang ke Pakistan. Tak sekadar berkunjung, dia bahkan disarankan untuk menetap di Lahore agar bisa lebih fokus pada aktivitas intelektualnya. Beberapa waktu kemudian, dia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan.
Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami. Hingga kini, Maryam masih tinggal di Pakistan dan terus berkarya.
Salah satu hal yang patut dicatat dari tulisan-tulisan serta pemikiran Maryam Jameela, adalah keyakinannya terhadap agama Islam yang dinilainya sebagai agama terbaik. Islam merupakan agama dengan keunggulan paripurna, sehingga merupakan satu-satunya jalan untuk menuju kehidupan lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.
Melalui karyanya, Maryam ingin menyebarkan keyakinannya itu kepada segenap umat Muslim di seluruh dunia. Harapannya adalah agar umat semakin percaya diri untuk dapat mendayagunakan keunggulan-keunggulan agama Islam tersebut demi meraih kejayaan di berbagai bidang kehidupan.
Sikap dan pemikiran yang ‘trengginas’ itu tampaknya tak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan cendekiawan ini. Sejatinya, wanita kelahiran 23 Mei 1934 tersebut adalah seorang Yahudi. Keislamannya berlangsung ketika masih berusia remaja.
Ia menyandang nama Margareth Marcus sebelum memeluk Islam. Berasal dari keluarga Yahudi, Margareth dibesarkan dalam lingkungan yang multietnis di New York, Amerika Serikat. Nenek moyangnya berkebangsaan Jerman. "Keluarga kami telah tinggal di Jerman selama empat generasi dan kemudian berasimilasi ke Amerika," papar Maryam, dalam buku Islam and Orientalism .
Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati.
Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.
Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara musik Arab dan Alquran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid .
Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretensi apapun terhadap agama ini.
Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal.
Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.
Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.
Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran pada Islam.
Hasil penelaahannnya dicurahkan dalam suratnya kepada Abul A'la al-Mawdudi, seorang ulama besar Pakistan. Di situ sia menulis, “Pada kitab Perjanjian Lama memang terdapat konsep-konsep universal tentang Tuhan dan moral luhur seperti diajarkan para nabi, namun agama Yahudi selalu mempertahankan karakter kesukuan dan kebangsaan. Sebagian besar pemimpin Yahudi memandang Tuhan sebagai agen real estate yang membagi-bagikan lahan untuk keuntungan sendiri. Maka, walau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Israel sangat pesat, namun kemajuan material yang dikombinasikan dengan moralitas kesukuan ini adalah suatu ancaman bagi perdamaian dunia."
Kecintaan Margareth kepada Islam tak terbendung lagi. Dirinya semakin mantap untuk memilih Islam sebagai jalan hidup. Akhirnya ketika berusia 19 tahun, Margareth resmi memeluk Islam, tepatnya pada tahun 1961. Dia mengganti namanya menjadi Maryam Jameela.
Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah sejak jauh-jauh hari, akan tetapi selalu dihalangi keluarganya. Mereka menakut-nakutinya dengan mengatakan bahwa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya karena berasal dari keturunan Yahudi.
Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahwa apa yang dikatakan keluarganya tidaklah benar. Umat Muslim justru menyambutnya dengan hangat. Keputusan beralih menjadi Muslimah, diakuinya kemudian, juga turut dipengaruhi oleh kekagumannya pada dua karya terkenal dari Mohammad Assad, yakni The Road to Mecca dan Islam at Crossroad .
Setelah berislam, dia mengalami semacam transformasi pola pikir yang dia istilahkan sebagai ‘transformation from a kafir mind into a Muslim mind’ (transfomasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim). Menurut Maryam, perubahan pola pikir yang memengaruhi perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari, akan terjadi bila seseorang memasuki ruang keislaman. Ada perbedaan mendasar antara pemikiran dari seorang Muslim dan kafir.
Tak lama setelah itu, Maryam memulai kegiatan penuangan ide, gagasan dan pemikirannya sebagai penulis tetap pada majalah Muslim Digest terbitan Durban, Afrika Selatan. Artikel-artikelnya kerap menekankan inti ajaran tentang akhlak, takwa dan iman, serta kebenaran dalam agama Allah SWT. Dan melalui aktivitas di jurnal itu, dia semakin akrab dengan Mawlana Sayid Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan, yang juga kontributor di jurnal yang sama.
Maryam sangat terkesan dengan karya dan pemikiran-pemikiran Mawdudi, sehingga memutuskan untuk berkorespondensi. Surat-menyurat antara keduanya dilakukan pada kurun waktu 1960 dan 1962, dan kemudian dibukukan dengan judul Correspondences Between Mawlana Mawdoodi and Maryam Jameela . Keduanya saling berdiskusi tentang banyak hal terkait kehidupan umat Muslim, hubungan Islam dan Barat, serta masih banyak lagi.
Sebenarnya, beberapa saat sebelum memeluk Islam, Maryam Jameela sudah aktif menulis sejumlah artikel yang intinya membela Islam. Dia juga gencar mengkritik berbagai paham modern yang seolah hendak dipaksakan untuk diterapkan kepada masyarakat Islam.
Atas undangan Mawdudi, di tahun 1962, Maryam datang ke Pakistan. Tak sekadar berkunjung, dia bahkan disarankan untuk menetap di Lahore agar bisa lebih fokus pada aktivitas intelektualnya. Beberapa waktu kemudian, dia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan.
Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami. Hingga kini, Maryam masih tinggal di Pakistan dan terus berkarya.
Jumat, 21 Mei 2010
Dan Aku Mencintaimu Karena Allah
Dan Aku Mencintaimu Karena Allah
Cinta itu adalah ketika timbul perasaan aneh disekujur tubuhmu baik ketika kau melihatnya, mendengarnya, ataupun ketika kau merasakan kehadirannya di dekatnya. Adakalanya kau selalu ingin dekat dengannya, namun yakinlah, bahwa jarak yang jauh terkadang justru mampu mendekatkan hati kalian. Dan juga sebaliknya, kedekatan tanpa ikatan pernikahan seringkali merenggangkan hati kalian.
Yang Lahir dan Yang Bathin
YANG LAHIR DAN YANG BATHIN
Segalanya engkau tahu
Di tiap helai yang tumbuh dan gugur dalam jiwaku
Di tiap tetesan gerimis senduku
Di tiap buncahan tawaku
Pekat dan putihnya sanubariku
Gerakanku...
segalanya
Yang lahir dan yang bathin
Selalu kau tahu
Selalu Kau temukan aku
Dimanapun aku
Tak ada yang bisa aku tutupi
Awal dan akhirku
Ada dan tiadaku
Sepenuhnya kini aku mengerti
Tiada guna menjauh pergi
Sepenuhnya percaya
Kuikuti Engkau kini
Apapun
Kapanpun
Di manapun
Hanya Engkau Ya Allah
By : Ani NR
Kamis, 20 Mei 2010
Tragedi Palestina yang menyayat hati
Mengapa tragedi Palestina
tidak pernah terekspose?
Setiap kali mendengar nama Palestina hanyalah air mata yang menetes di pelupuk mata, bagaimana tidak.
mereka yang mengatasnamakan dirinya orang-orang yang beradab, orang-orang intelektual terkemuka, manusia-manusia modern yang mengedepankan hak asasi manusia, yang membuat
perdamaian di muka bumi semuanya diam, semuanya membisu, semuanya bungkam melihat kenyataan
yang memilukan, melihat kenyataan yang mencabik-cabik nurani setiap manusia yang masih mempunyai hati.
Ya Allah sampai kapankan ujian saudara kami akan berakhir?
Masih ingat bagaimana media massa dan elektronik memberitakan kejadian Palestina dan Israel sangat-sangat tidak seimbang, timpang, kalau tidak mau disebut-sebut menutupi fakta. masih jelas dalam ingatan kita bagaimana mereka mempublikasikan dengan besar-besaran ketika delapan orang sipil Israel mati terkena roket Intifadha. mereka dituduh teroris yang harus dimusnahkan dari muka bumi, mereka dituduh ekstrimis, radikal, suka membunuh dan seterusnya.
Sementara ratusan bahkan ribuan orang palestina, wanita, anak-anak, orang tua meregang nyawa setiap harinya mereka ditembak, dibayonet, dibantai secara sadis oleh Israel tetapi tak satupun yang terekspos?? rumah sakit mereka bombardir, sekolahan mereka tembaki...ya Palestina ibarat ladang pembantaian binatang setiap harinya. tapi mengapa dunia diam? mengapa dunia menutup mata?
sebab hampir seluruh media massa dan elektronik terkemuka di dunia ini milik Yahudi, sehingga sebagai corong sekaligus pembentuk image mata dunia mereka sangat pandai menggunakan powernya untuk tujuan busuk mereka itu.
Pandangan Zionis bahwa kembalinya orang Yahudi ke Palestina merupakan sebuah “tujuan suci” dan bahwa perang yang dilancarkan untuk mencapai tujuan ini adalah sebuah “perang suci.” Gagasan ini memainkan peran penting dalam pendidikan orang-orang Israel. Menurut fakta yang ada, pemimpin-pemimpin utama Israel ada kalanya memberikan pandangan mereka bahwa anak-anak harus disuruh menjalani suatu pendidikan “Zionis.” Misalnya, Menteri Pendidikan Israel Limor Livnat memberikan pernyataannya tentang salah satu dari hari-hari terkeras selama Intifadah al-Aqsa bahwa “mengingat keadaan ini, anak-anak bangsa diminta untuk menerima pendidikan Zionis-Yahudi” dan bahwa “Sekolah-sekolah adalah bagian dari keamanan internal negara Israel."27 Perjanjian Lama mempunyai satu tempat khusus dalam sistem pendidikan ini, yang dirancang para Zionis untuk berpusat pada ayat-ayat tertentu. Kitab ini mengajak dengan penuh kebanggaan untuk melakukan tindakan kejam yang dilakukan (atau harus dilakukan) oleh Bani Israel, dibawah pimpinan Yosua, atas pribumi Palestina.
Dalam karya klasiknya The Case of Israel: A Study of Political Zionism, Roger Garaudy menerangkan sikap tersebut seperti berikut:
Menurut pihak berwenang Israel, anak-anak harus diajarkan ideologi Zionis dari usia muda. Akibatnya, anak-anak dibesarkan dengan keyakinan bahwa mereka memiliki ras unggul. Perlakuan brutal tentara Israel atas warga Palestina adalah akibat langsung ajaran ini. |
Kitab Yosua, yang seringkali diejawantahkan hari ini oleh para rabbi tentara di Israel untuk menganjurkan perang suci, dan juga dalam banyak pengajaran-pengajaran sekolah, bersandar pada keharusan sakral adanya pemusnahan atas penduduk yang ditaklukkan, menumpas dengan “mata pedang” segala sesuatu “baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda,” (Yosua, 6:21), seperti kita baca dalam cerita Jericho dan begitu banyak kota-kota lainnya.28
Perilaku yang ditunjukkan tentara-tentara Israel yang dibina dengan gagasan seperti ini sejalan dengan sikap ini. Saat ini dalam pendudukan Palestina, kejadian-kejadian mengerikan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari: Bayi berusia 18 bulan yang meninggal di tempat tidurnya ketika rumah-rumah mereka diserang oleh tembakan helikopter Israel, gadis remaja yang bekerja di kebun zaitun tertembak dan terbunuh tanpa alasan apa pun, dan anak-anak yang kembali ke rumahnya dari sekolah dengan luka dan lumpuh seumur hidupnya. Sistem pendidikan Zionis adalah akar dari masa tak berprikemanusiaan dan menghalalkan semua cara ini. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan cuci otak ini sangat berhasil guna. Dalam sebuah pengujian yang dilakukan oleh ahli psikologi Tel Aviv University G. Tamarin, sebuah pernyataan yang menggambarkan pembantaian Jericho dari Kitab Yosua dari Perjanjian Lama dibagi-bagikan kepada murid-murid kelas empat dan delapan. Mereka ditanya: “Anggaplah Tentara Israel menduduki sebuah desa Arab dalam sebuah pertempuran. Apakah kalian berpikir perlu, atau tidak, untuk bertindak melawan para penduduk seperti yang dilakukan Yosua kepada penduduk Jericho?” Jumlah yang menjawab “Ya” beragam dari 66% hingga 95% menurut sekolah yang didatangi atau kibbutz atau kota tempat anak-anak tinggal...lebih lanjut klik berikut : http://www.tragedipalestina.com/terorzionis.html
Langganan:
Postingan (Atom)